WAWANCARA KETUA PGRI PUSAT TENTANG PERMASALAHAN GURU

SEBANYAK 640 ribu honorer kategori dua (K2) masih dag dig dug menanti pengumuman hasil tes kompetensi dasar (TKD) CPNS 2013. Sebagian besar dari mereka adalah guru honorer.
Dari jumlah itu, nantinya yang akan lulus dan diangkat menjadi CPNS hanya 30 persennya saja, atau sekitar 218 ribu.
Dengan kata lain, mayoritas yakni 70 persennya, dipastikan gagal. Lantas bagaimana nasib mereka ke depan?  Hingga kini pemerintah belum mengeluarkan kebijakan yang tegas, yang bisa dijadikan acuan bagi instansi pusat dan daerah untuk mengurus honorer yang gagal jadi CPNS itu.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Prof Sulistyo M.Pd, menyampaikan keprihatinannya. Berikut wawancara wartawan JPNN.com Fathra N Islam dengan Sulistyo, yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI itu di Jakarta,  Jumat (17/1).
Bagaimana Anda menilai proses rekruitmen CPNS 2013 berkaitan dengan honorer K2, yang mayoritas guru honor?
Khususnya untuk guru, data guru memang harus diperbaiki. Data guru (PNS dan honorer) tidak jelas sehingga untuk menghitung kebutuhan juga tidak baik, banyak data yang tidak tepat.
Nah, kaitannya dengan penerimaan pegawai, pemerintah memang harus adil, terutama dalam menghargai teman-teman honorer. Tenaga honorer itu sekarang dalam bekerja, bebannya sama seperti guru negeri, tetapi status kepegawaiannya tidak jelas, masa depannya tidak jelas, termasuk seleksi yang dilakukan pemerintah.

Tidak jelas maksudnya bagaimana Pak?
Dengan menyebut hanya menerima 30 persen (formasi honorer K2), ini tidak fair, mestinya kalau seleksi ya jika mereka penuhi persyaratan, ya lolos, bisa jadi 50 persen, 70 persen dan seterusnya. Terlebih, mereka usianya sudah melampuai batas penerimaan reguler, seharusnya ada pertimbangan khusus.

Karena hanya 30 persen yang akan lulus dan diangkat jadi CPNS, nasib 70 persen lainnya dipastikan gagal. Ada rekomendasi PGRI kepada pemerintah?
Soal persentase 70 ini, saya tidak menyebutnya yang gagal, tapi yang tidak diterima, karena memang penentuan 30 persen itu bukan berdasarkan seleksi tapi sudah ditentukan sebelum seleksi dilakukan. Nah, itu mestinya, jika memang mereka benar-benar dibutuhkan oleh sekolah, pemerintah harus mengatur supaya keberadaannya tetap bisa menjalankan tugas.
Apakah diangkat sebagai pegawai kontrak (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) atau pegawai PTT (Pegawai Tidak Tetap), seperti yang berlaku dalam ketentuan perundang-undangan. Kalau tidak, ini memang akan jadi masalah serius karena memang mereka (yang dari guru) sudah terlanjur mengabdikan separoh hidupnya di dunia pendidikan, sehingga menurut saya harus ada penyeleksian yang adil.
Kemudian, guru-guru honorer yang bukan K2 pun, sebenarnya perlu ada pengaturan yang lebih jelas. Saya menyesalkan kelambanan pemerintah menangani ini, sehingga sekarang, sudah terlanjur jumlahnya sangat besar. Sama sekali tidak ada progres bagaimana pemerintah menanganinya. Semestinya guru-guru harus didata, diatur, sehinggga kehadiran honorer betul- betul yang dibutuhkan agar pemerintah bisa menangani dengan baik.
Tapi kalau pemerintah baru sekarang menyatakan ada yang tidak dibutuhkan tentu menjadi sesuatu yang tidak pas, dalam pendataan akan menimbulkan masalah.

Versi PGRI kekurangan guru seberapa banyak?
Kalau kami berdasarkan laporan, karena rata-rata sekarang guru setiap SD itu tinggal 4 orang guru satu sekolah. Idealnya kan 6 guru kelas, 1 kepsek, 1 guru olah raga dan 1 guru agama.  Sehingga kami melihat kekurangannya itu minimal dua pertiga jumlah guru yang dibutuhkan, sehingga jumlahnya mencapai 450 -an ribu guru. Itu SD saja, sedangkan SMP, SMA, SMK relatif, ada guru bidang studi yang sudah cukup ada yang kurang, SMK juga begitu. Saya prihatin sekali pendataan pengaturan ini tak selesai-selesai, padahal seharusnya itu suatu yang bisa ditangani dengan cepat.

Jumlah ini apakah termasuk  guru honorer namun tetap kurang atau yang kurang guru PNS saja?
Sekarang tidak terasa kurang karena diisi oleh tenaga honorer, jadi sepertinya guru itu cukup, padahal kurang. Hak honorer saya sebut tidak mendapat perhatian, kalau ada sedikit itu karena upaya dari Kepala Sekolah. Tapi secara sistemik dari pemerintah tidak ada perhatian, terutama aspek kepegawaian dan kesejahteraan.

Terkait seleksi CPNS 2014 penerimaan, ada usulan dari PGRI supaya kuota guru diperbanyak?
Ya. Tapi ada peraturan peraturan bersama, edaran bersama Mendagri, Menpan dan Menkeu, yang menyatakan jika APBD-nya di atas 50 persen untuk belanja pegawai maka daerah tidak boleh mengajukan formasi PNS. Ini saya prihatin karena banyak daerah yang memerlukan pegawai tapi tidak peroleh formasi karena APBD-nya di atas 50 persen untuk belanja pegawai.
Khusus guru, kalau memang ingin pendidikan bermutu memang memerlukan guru bermutu dan cukup (jumlah). Mestinya tenaga guru dicukupi sesuai kebutuhan. Sekarang banyak sekali kekurangan guru tidak dicukupi dengan berbagai alasan, baik anggaran maupun data yang tidak jelas. Sehingga, ketika ada penerimaan pegawai, hemat saya harus berdasarkan kebutuhan, jangan daerah yang tidak membutuhkan diberi, yang memerlukan tidak diberi.

Terkait ancaman UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen bahwa guru dilarang mengajar jika tahun 2015 belum bependidikan S1, itu bagaimana Pak? Seperti apa perkembangannya?
Itu baru ancaman lisan, tertulis belum ada. Sebaiknya pemerintah tidak membangun persoalan yang menggelisahkan guru karena memang pemerintah sendiri belum mempunyai kemampuan membiayai pendidikan guru.
Karena menurut pasal 13 UU Guru dan Dosen itu disebut bahwa pemerintah dan atau pemerintah daerah wajib membiayai angggaran pendidikan, membiayai peningkatan kualifikasi pendidikan para guru, kalau belum, tidak serta merta aturan (larangan mengajar) itu bisa diberlakukan. Harus didorong, difasilitasi guru agar meningkatkan kualifikasinya menjadi S1

Bukankah sudah disebut eksplisit dalam UU Guru dan Dosen?
Betul. Tetapi banyak hal yang disebut eksplisit dalam UU Guru dan Dosen belum dilaksanakan. Termasuk membiayai pendidikan guru tadi, tapi prakteknya kan belum, jadi tidak pada tempatnya bila itu dipaksakan. Karena memang mereka pada saat itu sudah jadi guru, memenuhi persyaratan saat penerimaan pegawai, sudah bekerja dengan baik, jadi ketika UU itu diberlakukan mereka sudah menjadi guru, ketika kemudian dituntut memenuhi syarat sesuai ketentuan perundang- undangan, maka pemerintah juga harus melaksanakan ketentuan UU itu, membiayai.

Ada berapa banyak guru yang belum S1?
Menurut pemerintah ada 40 persen, artinya mereka tidak akan bisa mengajar. Tapi saya juga ragu-ragu data itu. Kedua saya tidak terlalu yakin data itu karena pendataan guru di pemerintah tidak jelas.

PGRI pernah usulkan ada subsidi dati pemerintah bagi guru honorer, sudah ada tanggapan?
Belum mendapat tanggapan, saya prihatin betul itu. Tentunya itu pemerintah lepas dari dari tanggungjawab. Seharusnya pemerintah menurut pasal 55 ayat 4 UU Sisdiknas, wajib membantu penyelenggaraan lembaga pendidikan swasta termasuk guru-guru non PNS.

Sebentar lagi kurikulum 2013 tahun 2014 akan dijalankan di 270 ribu sekolah. Ini kesiapan guru seperti apa?
Sampai sakarang saya pesimis (bisa berjalan optimal) karena memang guru belum dilatih, katanya pemerintah mau melatih. Saya tetap pesimis karena buku-bukunya juga beulm siap. Saya dapat informasi ada 238 judul buku yang harusnya selesai dan sekaran sudah harus ada, setelah itu baru dilakukan pelatihan, termasuk dikirim ke sekolah-sekolah sehingga pada hari H bisa dipakai sekolah untuk proses belajar mengajar. Saya dapat informasi dari berbagai pihak bahwa pemerintah memang belum sepenuhnya siap. Kami sudah mengingatkan berkali-kali supaya dipersiapkan, jangan 'pokoknya' dilaksanakan, kata-kata pokoknya dilaksanakan tanpa memperhatikan kesiapan, saya rasa tidak elegan

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "WAWANCARA KETUA PGRI PUSAT TENTANG PERMASALAHAN GURU"

Post a Comment